Anti Galau - Seringkali banyak kasus ditemui dimana para pemimpin enggan dan berkeras hati untuk “meminta maaf” terhadap bawahan atau para mitra dan koleganya. Beberapa diantara mereka percaya bahwa “maaf” hanya akan menurunkan kewibawaan mereka dan meruntuhkan harga diri yang telah mereka jaga sekian lama. Padahal menunda “maaf” hanya akan membuat jiwa menjadi sakit dan sekarat dikemudian hari.
Seorang politikus terkenal menjadi pemimpin sebuah kota besar. Di umur yang sangat matang dirinya begitu berwibawa, janji dan programnya begitu meyakinkan dan menarik hati para warga kota tersebut. Sayangnya tahun berganti tahun, ada satu faktor ketidaksukaan warga terhadap sosok dirinya. Politikus tersebut terlalu arogan dan tinggi untuk meminta maaf jika kebijakannya dikritisi dan kinerjanya dibahas secara luas.
Hingga disuatu pagi, dirinya merasakan sakit kepala yang hebat. Sakit yang membuatnya jatuh terduduk hingga dipapah oleh seorang pengawal setianya. Pengawal yang selama ini mendampinginya kemanapun. Pengawal yang selalu mendapat tumpahan emosi, makian dan cercaan dari sang Politikus. Padahal umur sang pengawal jauh diatas dirinya, namun ke-awetan muda-nya tetap terjaga. Sakit kepala ini terus terasa hingga beberapa bulan.
Hingga dalam suatu perbincangan singkat yang sederhana, sang politikus bertanya kepada pengawal tersebut mengapa bisa terlihat muda meski usia telah menua. Bahkan mau setia terhadap dirinya. Sang pengawal pun hanya tersenyum dan sesaat berbicara pelan bahwa kunci semua itu adalah dirinya selalu memaafkan apapun hal yang menimpa dirinya dan selalu menyerahkan persoalan kepada Tuhan.
Tercengang atas perkataan itu, sang politikus pun buru-buru mengadakan sebuah pertemuan besar dengan seluruh perwakilan masyarakat dan disiarkan secara luas dan terbuka. Semua menunggu dan bertanya-tanya tentang apalagi yang akan dilakukan sang politikus. Hanya satu menit dirinya tampil di podium dan mengeluarkan seluruh penyesalan terhadap sikapnya selama ini, diakhiri dengan permintaan maaf dan menitikan air mata sebagai wujud penyesalan. Hal yang diakhiri dengan tepuk tangan dasemua perwakilan berdiri dan memberi pelukan untuknya.
Permintaan maaf yang begitu menyembuhkan. Menyembukan sakit kepala sang politikus, dan terutama sekali, menyembuhkan jiwa para masyarakatnya yang sekian lama kecewa dan sakit hati terhadap kekerasan hati dirinya.
Sumber : Jawaban.com – Daniel Tanamal