Se-Detik.Com
| -
Home » » Sepenggal Kisah Senjakala

Sepenggal Kisah Senjakala

Written By Sapoandie on Thursday, 3 January 2013 | Thursday, January 03, 2013

InfoAntiGalau - Angin bertiup kencang ke arah seorang pria yang sedang duduk termenung beralaskan pasir pantai. Berangan-angan kejam dan imajinasi diluar batas. Dari bibirnya keluar setetes darah segar, yang kemudian ditepisnya dengan telunjuk tangan kanannya.  Pikirannya menerawang jauh dari bibir pantai, mengikuti pelarian ombak hingga ke dasar lautan yang luas dan dalam. Seakan mulai mencari-cari di kegelapan dasar lautan yang ia sendiri tahu bahwa ia tidak akan menemukan jawabannya. Ia teringat seorang gadis, berambut panjang hitam dan bermata cokelat. Ia mungkin tidak akan bisa menangkap jalan pikiran gadis itu. Ya! Ia memang bisa melewati batas pikiran setiap orang yang dilaluinya, terkecuali gadis itu.
Siapa gerangan gadis itu sebenarnya?, pikirnya dalam hati. Seketika ia melompat ke salah satu pohon dan melompat ke pohon lain dengan lincah dan secepat kilat sambil membawa pikirannya melompat-lompat bersamanya.
***
Keesokan harinya, Pukul 11 pagi. Depan loker.
“Mori, apa kau punya masalah denganku?”
“Aku rasa tidak, lalu kenapa? Bukankah kita baru saja kenal?”
“Hmm.. Sudahlah lupakan,”
“Tunggu! Kau ini aneh. Memang ada apa denganku?”
Juno tidak menjawab, ia malah bergegas pergi bak orang salah tingkah.
“Juno, tunggu!” ujar Mori berusaha menghentikan langkah Juno. Saat itu, Juno hanya membalikkan badan sambil tersenyum tipis , pergi meninggalkan bayang-bayangnya yang misterius dan sejuta tanya di hati Mori.
Tiba-tiba dari arah sebaliknya, Gina, kawan barunya menepuk pundaknya dan mengagetkan lamunan Mori yang masih menatap bayangan Juno.
“Hey, Gin! Gina, aku mau tanya sesuatu. Apa kau merasakan ada sesuatu yang aneh pada Juno?”
“Hmmm, Juno ya? Ya, yang aku tahu selama ini ya dia itu salah satu putra angkat keluarga Wiradiningrat, dia punya saudara-saudara yang selalu bersama kemanapun mereka pergi. Yah, memang ada yang ganjal sih dalam penampilan mereka. Tapi, aku rasa mereka semua baik. Memang ada apa Mor?”
Mori hanya tersenyum simpul mendengar penjelasan kawan barunya itu, lalu menjawab dengan kikuk.
“Oh gitu ya… Hmm, tidak apa-apa kok. Cuma ingin tanya aja,”
***
Pukul 2 siang. Di laboratorium.
“Hey, apa kita satu kelompok?”, tanya Juno berusaha ramah dan melupakan kejadian kemarin.
“Ya, aku rasa begitu. Ayo, kita selesaikan tugas ini,” ujar Mori tegas.
Sesaat Mori merasa ada yang mengganjal di hati dan pikirannya. Ia menatap lekat-lekat pria yang ada di sampingnya, berusaha menelanjangi pria itu dari bawah hingga atas dan dari luar hingga dalam. Pikiran dan hati Mori berusaha menerka-nerka makhluk macam apa yang sebenarnya dia tengah hadapi saat ini.
Tidak berbeda dengan Mori, Juno juga melakukan hal yang sama. Ia mulai melirik ke arah mata coklat Mori, siapa tahu ia bisa membaca sesuatu di mata gadis itu. Tapi, hasilnya nihil. Ia sama sekali tidak bisa membaca apapun.
Keduanya saling berpandangan. Saling berusaha menemukan sesuatu yang mungkin bisa dijadikan bahan interogasi. Setelah mereka tersadar atas apa yang mereka tengah lakukan, mereka kembali menyibukkan diri masing-masing dan mulai melakukan eksperimen pada tugas biologi mereka.
“Juno, kau terlihat pucat. Kau sakit?”
“Oh apa iya begitu? Tidak, aku sama sekali tidak sakit. Aku sehat,”
“Oh oke kalau begitu. Juno, aku mau tanya sesuatu. Pada saat kau menolongku tempo hari, apa kau benar-benar berlari secepat itu?”
“Maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti. Aku memang kebetulan sedang berada di dekatmu,”
“Tidak, jarakmu pada saat itu cukup jauh. Aku melihatmu sedang di dekat tangga menuju lobi dengan saudara-saudaramu. Sedangkan aku, waktu itu aku sedang di tempat parkir. Kita sama-sama tahu jarak seperti itu cukup jauh, bukan?”
“Umm.. Aku rasa kau mungkin hanya berhalusinasi, mungkin kau masih shock,”
“Begitu ya? Baiklah,” ujar Mori yang sebenarnya belum puas mendengar jawaban Juno barusan.
***
Pukul 6 Sore. Pantai.
Mori duduk terdiam di bibir pantai, membiarkan kakinya yang putih bersih dijilat oleh deburan kecil ombak pantai. Ia berpikir bahwa mungkin ia dapat ikut ke dalam komplotan ombak dan tenggelam ke dasar lautan yang dalam.  Ia membayangkan dirinya terjebak di antara kegelapan yang merajalela dan secercah cahaya yang mulai tenggelam. Sangat sulit untuk keluar.
Mori bergegas memakai sepatunya dan hendak pulang ke rumah karena hari sudah mulai gelap. Saat itu suasana pantai menjadi terasa sunyi, lembab dan diliputi hawa misterius yang kapan saja bisa melahap jiwa-jiwa bahagia dan mengubahnya menjadi derita. Dan Mori tidak ingin hal itu terjadi padanya. Saat ia membalikkan badan, ia mendapati dirinya tengah di hadang oleh seorang pria yang ia kenal. Ya! Dia adalah Juno.  Namun Juno terlihat berbeda, seperti biasa terlihat darah segar yang bekas di hapus menempel di sudut bibirnya. Mori tersentak kaget tak percaya melihat makhluk yang ada di hadapannya.
“Jadi, kau ini?”
“Ya! Aku bukan manusia seutuhnya seperti kau. Tapi tenang, aku hanya minum itu dari hewan-hewan di sekitar hutan dekat pantai dan aku hanya beraksi di kala malam menjelang. Aku harap kau bisa menyembunyikan hal ini dari siapapun,” (Putri Nurfitriyana)

Sumber: Kompasiana
Share this post :
Comments
0 Comments

Post a Comment

Next Back Home